Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Boediono dan
para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II secara mendadak menggelar
keterangan pers di ruang sidang kabinet, kantor Presiden, Jakarta, Rabu (12/6)
sore, berkaitan dengan situasi perekonomian akhir-akhir ini, utamanya terkait
dengan pelemahan mata uang rupiah dan penurunan.
Presiden menegaskan, bahwa apa yang terjadi di Indonesia dalam 3-4 hari
terakhir ini, termasuk di kawasan Asia dan bahkan di tingkat dunia, telah kita
perkirakan dan telah kita antisipasi. Oleh karena itu, menurut Presiden SBY,
saat ini pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan pihak-pihak terkait lain
sedang dan terus bekerja untuk mengelola dan mengatasi masalah-masalah yang
kita hadapi sekarang ini.
“Kalau kita ingat apa yang terjadi di negeri kita, situasi yang kita hadapi
sekarang ini mirip dangan situasi yang terjadi pada 2005 lalu, utamanya sebelum
dilakukan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun itu.
Alhamdulillah, permasalahan yang kita hadapi pada 2005 itu dapat kita atasi
dengan baik,” ungkap Presiden.
Situasi sekarang ini, lanjut Presiden SBY, juga ada kemiripannya dengan
situasi perekonomian kita pada 2008, meskipun secara global tidak seburuk 2008.
Presiden berharap, mudah-mudahan perkembangan yang sedang berlangsung sekarang
ini sekali lagi tidak seperti krisis 2008 lalu.
“Pada saat itu berkat kerja keras dan kerjasama kita, ekonomi kita
bertahan, dan bahkan bisa tercatat sebagai perekonomian dengan pertumbuhan
tinggi pada tingkat dunia,” papar SBY.
Secara Umum Baik
Menurut Presiden SBY, situasi pereknomian kita secara umum dalam keadaan
baik. Ekonomi kita dibandingkan 2005 atau 2008 sekarang ini juga jauh lebih
kuat. Permasalahan yang kita hadapi inipun Insya Allah akan kita dapat kita
kelola dengan baik.
Secara jujur diakui Presiden SBY ada sejumlah permasalahan yang
harus kita atasi, kita mitigasi agar tidak mengganggu keberlanjutan pertumbuhan
perekonomian kita. Permasalahan-permasalahan itu sebagai diketahui oleh
masyarakat luas, lanjut SBY, adalah memang ada pelemahan terhadap nilai tukar
rupiah terhada dollar AS, memang ada pelemahan indek harga saham gabungan
(terutama 4-5 hari terakhir), memang juga ada potensi perlambatan pertumbuhan
ekonomi kita.
“Apa yang terjadi itu tidak hanya terjadi di negeri kita, tetapi juga
terjadi pada tingkat global, regional, dan juga di banyak negara,” ujar
Presiden SBY.
Menurut Presiden SBY ada beberapa hal yang menyebabkan situasi tersebut
terjadi, yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi global dipicu terakhir ini oleh
kebijakan yang diambil di Amerika Serikat, yaitu yang disebut dengan quantitative
easing yang berpengaruh pada likuiditas pada tingkat global, tentu
akhirnya berpengaruh pada perekonomian dunia dan Indonesia.
Kedua, publikasi pertumbuhan RRT pada kwartal I, yang memberikan sentimen
yang kurang positif pada pasar keuangan global, sehingga terjadi penurunan
tajam bursa saham regional, termasuk juga nilai tukar dari
negara-negara di kawasan ini, dimana Bangkok dan Manila mendapatkan pukulan
yang berat, dan Jakarta juga mengalami tekanan yang cukup berat.
“Inilah yang sedang kita hadapi, inipula yang sedang kita atasi,” kata
Presiden.
Pemerintah, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan juga Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), lanjut Presiden SBY, terus bekerja untuk mengelola dalam forum
yang telah dibentuk di negeri ini, yaitu Forum Stabilitas Sistem Keuangan
(FSSK).
“Tentu, BI akan lebih pada pengelolaan situasi moneternya, sedangkan
pemerintah kita tengah bekerja untuk mengelola situasi fiskal,” jelas SBY.